Senin, 25 Mei 2009

"Ahhh..Ibu..!!!"


Aku senang mendekatkan tubuhku padanya, berbagi hangat dalam beku malam yang rambati punggung kami. Biasanya, dia akan membentangkan lengan dan biarkanku menelusup di balik dekapnya.
Saat itu, kami akan banyak bercerita, tentang masa kecilnya dan masa kecilku, kekasihnya dan kekasihku, saudaranya dan saudaraku, ayahnya dan ayahku. Kadang, kami juga bercerita tentang suami tetangganya, istri tetangganya, anak tetangganya, pacar anak tetangganya, bahkan tetangga dari tetangganya.

Tapi Aku tak menyadarinya, hingga kemarin...saat teh hangat tersaji sambut pagi, kepul nasi goreng bubarkan kantuk, berita pagi di TV ramaikan hari. Tidak seperti biasanya, hari itu tak ada omelan yang gaungnya hingga tembok tetangga. Dia begitu tenang, hanyutkan resahku karena tak biasa.

"Ada yang berubah?" tanyanya dengan gaya bak model.
"Berubah??Apa??" tatap dirinya sedekat mungkin.
"Lihat dong...!!!" Dia mempermainkan rambutnya.
Hayyaaa...ada yang baru di rambutnya. Aku tertawa,rambut itu sekarang berwarna merah kecoklatan. Celotehnya mengalir tentang teman kantor yang mengajaknya warnai rambut dengan daun pacar.
"Cantik..." ku peluk dirinya.

K tutupi haru dengan tawa...di sana pun Ku dapati guratan usia yang semakin tebal di wajahnya, garis-garis ketuaan di sudut matanya, di bibir, di dahi, gerak yang tak selincah dulu, marah yang tak sehebat dulu, tawa yang tak segirang dulu.
Ahhh...Ibuku, Maaf...Aku terlalu sibuk.

Selasa, 19 Mei 2009

"cintaku cemburu"


Aku tak mengerti...
Kemarin...dia tersengal hampiriku, gelayut manja, celoteh tak berkesudahan hingga mulutnya kering.
"Ada apa?" tanyaku. Jeda berinya waktu berpikir, tapi bibirnya tetap rekahkan senyum.
"...sedang jatuh cinta?"
"..."
Diamnya mengatakan ya, dan hela nafasku cukup menanggapinya.
Ingatanku kembara...saat Aku terakhir menemaninya, saat raganya mengalami trance tiap kali bersentuhan dengannya, kuasanya hilang, berganti pipi yang merona, senyum gugup, jemari gelisah. Haa..merasakannya lagi mungkin bak menuruni tangga yang menjulang ke langit, tapi sebelum mata mengerjap, kaki telah tapaki bumi.
"Kau senang, dia menemani lagi??"
Lidahnya kelu, Dia tak tau Aku pun ragu.
"Kali ini, dia akan tinggal berapa lama?" tanyaku selipkan resah.
Dia mengangkat bahu, Aku meringis.


Tapi...hari ini. Bibir itu menukik tajam ke bawah, wajahnya mengerut cemberut, sedu iringi sendu. Aku bergidik, kemuraman yang suram, pikirku.

"Aku cemburu," sungutnya kesal. Pun cinta hidupkan imunitas, matikan skotofobia dan kortisol, Aku tak yakin dia akan kebal terhadapnya. Toh, cemburu sudah setua umur manusia, dilahirkan kembar dengan rasa cinta saat Adam dan Hawa tercipta.

"Cemburu???" Gelak ku tak tertahan, abaikan rupanya yang masam. Rasa aneh itu seperti reaksi alergi. Pajanan pertama, sel-sel masih mengabaikannya, atas nama cinta mereka dibolehkan untuk singgah. Seperti bumbu dapur yang gugah selera hingga air liur pelan menetes. Dia hanya penyedap rasa. Pajanan kedua, ketiga...masih sama. Hingga sel mulai jemu, keluh jenuh tiap cicipi rasanya. Muak, habiskan waktu muntahkannya di dalam kloset, di sisi pintu, di balik pohon, di depan wajahnya.

"Bukannya cemburu itu cinta?" Dia menggeleng.

"Cinta tidak boleh menyiksa seperti ini," ujarnya terdengar ragu. Iya..cemburu adalah emosi yang dikonstruksi secara sosial, artinya sesuatu yang timbulkannya telah ditentukan secara kultural.
Tak tau harus berbuat apa, kuraih dirinya dalam dekapku. Perlahan isak pecah kebisuan. Hatinya geliat gelisah, tersesat resah coba puaskan dahaga mengharap lega.

Cerita ini seretku paksa, pandangi sebuah sel pesakitan yang menunggunya, kasusnya masih bergulir di pengadilan, menanti vonis hukuman karena dia telah berani jatuh cinta.

Haaa...cerita berulang yang tak pernah usai.

Sabtu, 02 Mei 2009

"Red Code"...jatuh cinta

Dia duduk di sudut kamarku, tersenyum dengan barisan giginya yang rapi. Saat itu, setengah kantuk, mataku terpicing ke arahnya, hentak sadarku, gaduh ku terpaksa menekan alarm waspada "red code". Aku yakin sedang bermimpi, tarik selimutku, bungkus tubuhku rapat, risau kudekap gelap.
...2 menit, 3..4..7 menit, 10 menit...sesak, singkap selimutku sebatas dagu. Argghhh...dia masih di sana, kali ini diam menatapku, beku membuatku kaku. Aku tertangkap, lengah terjebak perangkap.
Saatnya bangun, masa lalu mengajariku tak mungkin lari darinya. Rasa ini...

"Kali ini, akan tinggal berapa lama?" titip sesal, kesal di akhir kalimatku.
"Tergantung..." dia kali ini berdiri di sisiku.
"Kau membiarkanku masuk, Sayang..." dia menyentuh pipiku. Semburat pagi tergambar di sana. Aku hanya mengangguk, tak ingin meraih tangannya ataupun menepisnya. Aku mengakuinya. Kemarin pintu itu terbuka lebar, enggan kututup, entah lupa atau sedang tak ingin. Aku tak ingat lagi. Hirauku angkuh 'tuk tepis angin yang jatuhkan dedaunan kering. Entah kapan, dia datang dan mulai mengumpulkan daun-daun itu, menjadikannya sarang, memamahnya, pesat bertumbuh, besar...besar...terlalu besar untuk akhirnya menghimpitku, mengangkatku dan melemparku ke dinding. Lebih dari cukup untuk membuatku menyadari keberadaannya.

"Aku tak memintamu tinggal," ujarku pelan. Ku gigit bibir bawahku.
Dia tak pernah butuh undangan untuk datang, izin untuk tinggal, ataupun lambaian tangan untuk mengantarnya pulang. Hening, untuk sejenak tak bergeming.
Aku mengenal situasi ini, pilihan lintasan-lintasannya, rambu-rambu jalannya, kapan melaju, melambat ataupun berhenti. Tapi, tetap saja ada bekas luka, parutan panjang di betis, goresan di lengan, lebam di bawah mata. Mungkin Aku tertidur saat berjalan, menabrak pembatas jalan, tubruk sapi-sapi menyeberang, ataupun bergesekan dengan kendaraan lain. Ini indah, tapi tawa riang tak sisakan parut, isak luka yang jelas membekas.

Gusar..ku tinggalkan tempat tidur, kran air terbuka, cuci muka, sikat gigi...tanggung, skalian mandi saja, bersihkan sisa-sisa cerita lalu yang lekat.
"Hakhahahahahhaa..." tawaku ledak. Tak ada gunanya lari, tak izinkan sesali diri. Rasa itu di luar sana menungguku, membentuk sesosok rupa yang akan menemaniku jemput pagi, temani mimpi, hantar tidur...mulai esok.

Saatnya..untuk "jatuh cinta" lagi.
Fiuhhh...