Jumat, 10 Oktober 2008

"CITO menikah"

Gerahhh...sudah hampir 3 jam, kuhabiskan waktu depan laptop. Memelototi sambil sesekali menekan keyboard. Di sudut kamar, beberapa gadis (teman2ku sesama coass)saling berceloteh, terkikik-kikik dan kadang membisu. Hampir selama diriku, mereka saling bercerita, semakin lama semakin riuh dan semakin panas. Ini virus endemik yang sedang menyebar di rumah sakit, mengalahkan infeksi nosokomial, tapi bukannya menyerang pasien dan keluarganya, malah menyerbu dokter2 muda yang sebentar lagi melepas predikat "muda"nya, dan hanya menyemat predikat "dokter" yang tidak lagi muda.
"eh..si anu mau nikah?"
"ohh..putus q kah? sa kira sudah mau mi nikah?"
"di jodohkan ki di'?.."
Tiba-tiba saja menikah menjadi ambisi dan obsesi. Semua merasa menyandang "perawan tua"...padahal umur masih 22, baru 23, jalan 24 dan hampir 25 tahun.
Hehehe..Aku jadi ingat pada ibu dan nenekku. Dua perempuan yang mengajarkanku kapan harus menunduk malu, kapan harus tersenyum menggoda, kapan harus menangis, dan kapan harus tertawa. Kemarin, mereka mengenalkanku pada seseorang, dua opsi yang berbeda dari dua perempuan yang merasa tau apa yang kubutuhkan.

Aku hanya tertawa saat itu, berpikir apakah sudah ada uban yang mencuat di sela rambutku, apakah mulai ada kerutan di sudut mataku, apakah di perut dan pahaku mulai terbentuk gelambir, apakah Aku sudah sangat peot dan reot hingga tak bisa menggoda satu pria pun dan memaksanya melamarku.

Ini adalah tuntutan sosial yang merongrong dan mengkungkung kebebasan bercinta. Saat rasa itu butuh waktu sekian hari untuk menjadi cinta, ketakutan dan tuntutan membuatnya menjadi cinta karbitan. Terlihat nanak tapi rasanya hambar. Hingga saat percintaan itu dipenuhi sakit dan diisi dengan tangisan di ujung malam, bukannya salah pilih tapi memang mereka tak membuat ada pilihan yang lain.

Melihatku tak acuh, mereka mulai menanyakan kekasihku. Aku semakin tergelitik. Ibuku tak berkata apa-apa, diam tanpa senyum yang tertahan dan kerutan yang membekas. Dia mengenalku dengan baik, mengenali kisah cinta yang kudongengkan setiap malam, mengenali rasa yang membuatku menggeleng dan menahan senyum. Nenekku semakin memandang iba padaku, saat dia seumurku, anaknya sudah setengah lusin. Saat umurnya baru 16 tahun, kakekku adalah pria kesekian yang mengajaknya menikah. Dan kami...
Hakhahahahaha
"CITO menikah!!!!"

(bersambung)

Kamis, 09 Oktober 2008

"mandi"

Beberapa hari ini, air PAM tersendat-sendat. Kadang mengalir, kadang menetes. Ku coba menunggunya, berdiri di samping bak mandi, lirih memanggil-manggil dewa air yang mungkin terlelap. Aku tau itu mustahil, tapi...sudahlah, sedikit imajinasi dan kekonyolan kadang berhasil dengan cara yang misterius. Hampir setengah jam berlalu, berbalut handuk hijauku dengan rambut yang sudah kugerai, Aku mulai patah asa. Dingin juga mulai berani membelai-belai bahu dan tengkukku yang terbuka. Aku mulai mendidih, kuhentak-hentak lantai kamar mandi sambil menggerutu. Aku benci. Tak ada mandi sore hari ini, serupa dengan pagi tadi. Grrrr...